Beberapa
orang tua mengeluh tentang sifat anaknya yang keras kepala. Mereka bingung bagaimana cara
menasehati mereka. Bila dilarang untuk melakukan
sesuatu mereka akan mengamuk, atau bahkan melawan. Saya akan memberikan beberapa tips
untuk menasehati anak yang keras kepala.
Kadang
kita tidak menyadari bila buah hati kita memiliki hati yang keras, salah satu
sebabnya adalah diri kita sendiri. Bila kita memiliki hati yang keras, sukar
dinasihati, tentu saja secara tidak langsung itu juga akan menular pada diri
buah hati kita. Bayangkan saja, pada saat anda dinasihati oleh orang tua anda,
anda malah melawan, dan tidak mematuhinya. Atau pada saat pasangan kita
menasihati kita, kita malah asyik nonton TV, dan tidak memperhatikannya. Bila
setiap hari buah hati kita melihat hal ini, tentu lama kelamaan buah hati kita
akan menirunya.
Bila
kita saat ini terlalu sombong, marilah kita merendahkan hati kita. Bila kita
kurang mau mendengarkan orang lain, maka marilah kita mulai saat ini belajar
mendengarkn. Supaya kita pun juga akan semakin
mengerti segala kebutuhan buah hati kita, dengan mau dan menyediakan waktu
untuk buah hati kita.
2. Ada ”Kebutuhan” yang Tidak
Terpenuhi
Hal
ini mungkin salah satu buah dari sikap kita yang kurang mau mendengarkan dan
mengeraskan hati. Sifat tersebut bisa berimbas pada tidak terpenuhinya
kebutuhan sang buah hati. Kebutuhan seorang anak sebenarnya tidak banyak.
Mereka menginginkan perhatian dan kasih sayang kita sebagai orang tua. Kasih
sayang dan perhatian yang cukup akan meminimalisir kebutuhan anak-anak pada
“materi”.
Jadi
kalau anak mulai minta ini itu, mudah merengek, dan cepat bosan terhadap apa yang dia beli, itu sebenarnya sebagai ungkapan
atau pengaruh dari adanya bagian hati mereka yang kosong. Dan sebenarnya bagian
hati yang kosong tersebut hanya bisa diisi dengan kasih sayang dan kehangatan
yang ada di dalam sebuah keluarga.
3.
Salurkan Hobinya
Setiap
anak tentu memiliki bakat dan minat yang berbeda. Sebagai orang tua yang
cermat, kita harus mengerti tentang hal ini. Misalnya bila buah hati kita suka mencorat-coret
di atas kertas, mulailah mencoba memasukkan
buah hati kita pada sanggar-sanggar melukis.
Anak-anak
yang normal, biasanya memiliki “kelebihan tenaga”. Itulah kenapa kita sering
melihat anak-anak
susah diam. Dia akan selalu bergerak, dan
mencari keasyikan yang bisa dia lakukan. Jadi arahkanlah “sisa tenaga” yang ada
di dalam diri sang buah hati. Hal ini akan sangat bermanfaat supaya emosi
mereka bias diarahkan
kepada hal-hal yang positif. Hal ini
akan sangat mengurangi pengaruh-pengaruh negative dari luar yang bisa
menyebabkan mereka gampang marah, gampang merasa bosan, gampang sedih dan sifat-sifat negatif lainnya.
4. Jadilah orangtua yang bijak
Kebijakan
orang tua sangat bergantung pada kepekaan orang tua pada buah hatinya. Orang
tua yang bijak selalu berusaha melakukan yang terbaik dan memberikan pilihan
terbaik kepada sang buah hati. Yang terbaik bagi anak, kadang bukanlah yang
terbaik bagi orang tua. Disinilah terkadang kita temukan kesalahpahaman antara orangtua dan
anak.
Agar
pilihan orang tua dan anak bisa selaras, perlu sekali adanya komunikasi
yang intens. Disinilah waktu anda sangat
dibutuhkan. Bukan banyaknya waktu yang anda berikan kepada anak, melainkan kualitas
kebersamaan anda pada anak.
Agar
kesehatian antara orang tua dan anak bisa terjaga, kita bisa melakukan
komunikasi dari hati ke hati, dan tentunya tidak harus dalam suasana yang serius.
Kita bisa melakukannya dengan sering-sering menelepon buah hati kita, sharing
pada saat makan bersama, melakukan kegiatan bersama (seperti
membersihkan rumah bersama), dan masih banyak hal lain yang bisa kita lakukan.
Dari
kedekatan inilah, anda akan semakin memahami buah hati anda. Sehingga pemikiran
kita dengan sang buah hati kita pun bisa menyatu, dan meminimalisir
kesalahpahaman yang biasanya terjadi karena adanya “batas” antara orang tua dan
anak. Dan dari kedekatan
inilah, anda bisa menasehati anak dengan bijak.
5. Tidak Mempermalukan Anak di Depan Umum
Kadang
ada orang tua yang “tidak tahu tempat” saat menasihati anak. Sudah di tempat
umun, dengan suara keras,”Kamu ini bisa nggak sih?!!” Saat menasihati anak,
akan lebih baik bila kita menasihatinya di tempat yang rahasia dan dengan suara
lembut. Jangan memberikan larangan, melainkan himbauan. Jangan berkata,”Kamu
tidak boleh menggambari di tembok”. Tetapi..”Kalau kamu suka menggambar besok
Papa belikan buku gambar yang besar.” Mengharapkan anak berubah dengan
mempermalukan mereka di tempat umum bukanlah cara menasihati yang baik. Karena
pada saat itu juga, kita sudah mengajarkan kepada anak kalau mempermalukan
orang lain di tempat umum adalah sesuatu yang “halal”.
6. Tidak memaksa
Bila
saya boleh bertanya pada anda,”Maukah anda dipaksa melakukan sesuatu meskipun
itu adalah sesuatu hal yang anda suka?” Saya sendiri pernah dipaksa teman saya
memakan Pizza di rumahnya, namun dengan nada yang tidak mengenakkan dan
“seperti bos”. Tidak tahu kenapa, Pizza yang merupakan salah satu makanan
favorit saya menjadi seperti sulit untuk ditelan. Begitulah yang terjadi pada
buah hati kita. Kita harus belajar mengatakan sesuatu kepada buah hati kita dengan lembut
tanpa ada unsur pemaksaan. Kita
harus belajar mengajak daripada menyuruh. Kenapa? Karena menyuruh berarti
meminta seseorang melakukan sesuatu dan itu harus dilakukan sedangkan kita
sendiri tidak mau melakukan hal yang sama. Sedangkan mengajak, adalah meminta
seseorang melakukan sesuatu dan mau menjadi satu dengan orang yang kita minta
dengan prinsip kebersamaan.
7. Saat Yang Tepat Saat menasihati
Pernahkan
anda diajak makan pada saat anda masih merasa sangat kenyang? Pernahkan anda
diajak temen jalan-jalan, pada saat anda dalam kondisi sangat lelah? Nah…
“Timing” adalah sesuatu yang penting dan perlu kita perhatikan pada saat kita
hendak menasihati buah hati kita. Pilihlah saat yang tepat dimana kita bisa
mentransfer “ilmu moral” kita kepada buah hati kita, tanpa dia merasa terpaksa. Dan tentu saja hal ini masih sangat berhubungan dengan
tips nomor 4. Contohnya adalah dengan mengajak sang buah hati untuk
jalan-jalan. Setelah dia merasa senang, dan merasa lapar, anda bisa mengajak
makan bersama. Dan pada saat itulah anda bisa mengobrol dan mengatakan
harapan-harapan anda pada sang buah hati. Misalnya dengan mengatakan,”Mama suka
kalau kamu berdandan rapi. Kamu kelihatan cantik sekali.” Atau dengan
memujinya,”Wah… Anak mama sudah besar dan tambah dewasa, sudah bisa makan
sendiri.” Dengan pancingan-pancingan seperti itu, biasanya anak akan menjadi
lebih tertarik untuk mau mendengarkan nasihat anda, sehingga untuk kedepannya
mereka pun bisa berubah sedikit demi sedikit.